Ciri-Ciri Stunting dan Perbedaan dengan Gizi Buruk, Berikut Penjelasan Kepala BKKBN

- 18 Juli 2022, 13:53 WIB
Kepala BKKBN dr. Hasto Wardoyo menjelaskan tentang Stunting.
Kepala BKKBN dr. Hasto Wardoyo menjelaskan tentang Stunting. /Fazriel Dhany/

KLIK CIAYUMAJAKUNING - Stunting masih banyak terjadi di negera Indonesia, nikah muda dan kurangnya pengetahuan para orang tua, disebut menjadi penyebab utama.

Pengertian tentang stunting masih banyak yang kurang paham, stunting banyak yang menyamakan dengan gizi buruk, padahal keduanya berbeda.

Menurut Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr. (H.C.) dr Hasto Wardoyo, Sp. OG (K), stunting dan gizi buruk merupakan hal yang berbeda.

Hal tersebut dijelaskan Kepala BKKBN, dalam Forum Pimred Pikiran Rakyat Media Network dalam acara Klarifikasi dengan tema 'Nikah Muda Bikin Anak Stunting? ' , 13 Juli 2022.

Baca Juga: Festival Jamblang 2022, Suguhkan Mural Sejarah Jamblang

Menurut Kepala BKKBN, yang dimaksud dengan stunting lebih fokus ke tinggi badan dengan umur, atau yang disebut dengan stunted.

Sejauh ini, WHO dan Kemenkes masih melakukan stunting kepada stunted, belum kepada dampak terhadap perkembangan.

"Jadi ketika stunting harus memiliki 3 konsekuensi, " menurut Kepala BKKBN.

3 Konsekuensi yang dimaksud yang pertama, pendek, kemudian kemampuan intelektualnya kurang atau perkembangannya terganggu, lalu di hari tua sudah muncul sakit-sakit.

Baca Juga: Kapolres Ciko AKBP M Fahri Siregar Gagas Perumahan untuk Anggotanya

"Kesimpulannya, stunting ini tidak produktif bahkan menjadi beban bukan menjadi modal untuk pembangunan, " ucap dr. Hasto.

Oleh karena itu, ada anggapan orang pendek sudah pasti stunting, menurut dr. Hasto, kenyataan tidak seperti itu.

"Karena banyak orang pendek tetapi tidak memiliki 3 ciri yang dikategorikan stunting tadi," ucapnya.

Oleh sebab itu, WHO membuat batasan yang sifatnya masih bisa ditoleransi, apabila satunting tersebut tidak lebih dari 20 persen.

Baca Juga: Kontes Domba Dalam Rangka Memeriahkan Hari Jadi Desa Gandawesi ke-40 dan HUT RI ke-77

"Karena kita tidak bisa mengukur perkembangan seorang anak yang masih dalam pertumbuhan, sangat sulit, paling juga bisa mendekati," katanya.

Di Indonesia, untuk bisa melakukan pengukuran tersebut, hanya bisa dilakukan di posyandu, namun menurut dr. Hasto tidak bisa mendekati kebenaran karena membutuhkan seorang ahli.

"Yang ada di posyandu adalah tinggi badan plus umur, berat badan plus umur jadi sulit untuk menyimpulkan," katanya.

Sehingga apa yang dilakukan tersebut jika bisa tercapai 14 persen di tahun 2024, itu sudah merupakan target yang luar biasa.

"Karena yang menjadi ukuran adalah stunted bukan kompleksi grup dari stunting," tutup dr. Hasto. ***

Editor: Fazriel Dhany

Sumber: Zoom


Tags

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x