Asal Usul Desa Watu Belah Cirebon, Batu Persembunyian Ki Patih Manik yang Terbelah Dua

- 15 Juni 2022, 06:00 WIB
Kelurahan Watu Belah yang awalnya merupakan Desa.
Kelurahan Watu Belah yang awalnya merupakan Desa. /

KLIK CIAYUMAJAKUNING - Asal usul Desa Watu Belah (batu belah), berawal dari pertempuran dua jagoan yang bertarung adu kekuatan hingga berlangsung berminggu-minggu.

Dua jagoan tersebut adalah Ki Patih Manik dari Kerajaan Galuh, dan Pangeran Walangsungsang yang bertarung di sebuah wilayah yang menjadi asal usul Desa Watu Belah.

Asal usul Desa Watu Belah, terjadi karena salah satu petarung tersebut mampu membelah batu besar menjadi dua.

Karena batu yang terbelah itu, lokasi yang menjadi tempat pertempuran dijadikan sebuah pedukuhan, yang jadi asal usul penamaan Desa Watu Belah.

Baca Juga: Hilangnya Pusaka Mbah Kuwu Sangkan di Sungai, Menjadi Asal Usul Desa Cisaat

Diceritakan, pada saat Pangeran Walangsungsang menyebarkan agama Islam di wilayah Cirebon, dirinya melihat kobaran api di sebuah hutan yang sekarang bernama Desa Watu Belah.

Setelah didekati, ternyata hutan tersebut dibakar oleh Ki Patih Manik yang bermaksud membangun sebuah pedukuhan untuk memenuhi persyaratan agar dapat mempersunting Nyi Mas Serang, putri Ki Gede Mayaguna dan Nyi Gede Renda yang cantik jelita.

Ki Patih Manik adalah Patih Kerajaan Galuh yang mendapat perintah rajanya untuk menghambat Pangeran Walangsungsang menyiarkan agama Islam.

Kedatangan Pangeran Walangsungsang ternyata sangat dinanti Ki Patih Manik yang sedang mencarinya.

Tawaran Pangeran Walangsungsang yang ingin membantu Ki Patih Manik membuka pedukuhan, ternyata tidak direspon sebaliknya.

Ki Patih Manik malah sebaliknya mengancam Pangeran Walangsungsang agar tidak menyiarkan agama Islam.

Mendengar ancaman itu, Pangeran Walangsungsang memberikan penjelasan tentang ajaran Islam.

Baca Juga: Asal Usul Desa Bedulan Cirebon, Tempat Persinggahan Prajurit Demak yang Menjadi Pedukuhan

Bahwa dalam ajaran Islam, para pemeluknya agar bersujud dan menyembah kepada Allah SWT, bukan kepada benda-benda yang dibuat manusia.

Mendengar nasehat seperti itu, Ki Patih Manik semakin murka, maka terjadilah pertarungan dua orang yang memiliki kesaktian tinggi.

Ki Patih Manik dan dengan Pangeran Walangsungsang, saling mengeluarkan ilmu kesaktian.

Perang tanding keduanya berlangsung berminggu-minggu, akan tetapi akhirnya Ki Patih Manik tidak dapat menandingi kesaktian Pangeran Walangsungsang.

Dengan kesaktian yang dimiliki, Ki Patih Manik masuk ke dalam sebuah watu (batu) besar untuk bersembunyi.

Mengetahui lawannya bersembunyi di dalam batu, Pangeran Walangsungsang segera melaksanakan shalat sunnah di atasnya.

Baca Juga: Asal Usul Desa Cikijing, Berawal dari Kegagalan Pasukan Kesultanan Cirebon Islamkan Kerajaan Talaga Manggung

Selesai melaksanakan shalat, batu besar tempat persembunyian Ki Patih Manik tiba-tiba retak dan belah menjadi dua.

Ki Patih Manik meloncat keluar dan lari ke arah utara menghindari serangan Pangeran Walangsungsang.

Setelah Ki Patih Manik melarikan diri, Pangeran Walangsungsang kemudian mengajak Ki Gede Mayaguna dan istrinya Nyi Gede Renda bersama putrinya dan Nyi Mas Serang untuk masuk Islam.

Sedangkan hutan yang dibakar Ki Patih Manik dijadikan sebuah pedukuhan dan diberi nama Watu Belah.

Nama tersebut diambil dari batu tempat persembunyian Ki Patih Manik yang terbelah yang sekarang berada di Blok Sinumpuk.

Ki Patih Manik melarikan diri ke arah utara dengan cara menggelinding bagaikan bola bundar dan akhirnya berhenti di sebuah pedukuhan.

Baca Juga: Pengabdian Prajurit Pelarian dari Makassar, Menjadi Asal Usul Desa Bugis

Agar tidak dikenali Pangeran Walangsungsang, Ki Oatih Manik menanggalkan seluruh pakaian kerajaannya dan menyamar menjadi rakyat biasa.

Hingga sekarang pedukuhan tempat “persembunyian” Ki Patih Manik terkenal dengan nama Pedukuhan Bunder.

Ki Gede Mayaguna dan istrinya yang akan menikahkan putrinya Nyi Mas Serang dengan Ki Patih Manik, sepakat menikahkan dengan salah satu murid Pangeran Walangsungsang yang bernama Syeh Abdurahman bergelar Ki Gede Pasalakan.

Saat Ki Gede Pasalakan meninggal, dirinya dimakamkan di Pasalakan, sedangkan Ki Gede Mayaguna dan Nyi Mas Serang dimakamkan di Watu Belah.

Tahun 1998, status Desa Watu Belah berubah menjadi Kelurahan Watu Belah dan berada di wilayah Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon. ***

Editor: Fazriel Dhany

Sumber: Kabupaten.Cirebon.go.id


Tags

Terkait

Terkini