Tekan Harga Jual Melonjak, Pemkab Majalengka Akan Beri Subsidi kepada Petani Bawang

26 September 2022, 09:59 WIB
Suasana panen bawang di wilayah Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka /

KLIK CIAYUMAJAKUNING- Pemerintah Kabupaten Majalengka telah menyiapkan anggaran sebesar Rp1,5 miliar khusus untuk menekan harga bawang merah. Hal itu, agar harga jual di pasaran tidak terlalu tinggi, sehingga dengan begitu inflasi yang terjadi lebih bisa ditekan.

Menurut keterangan Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Peternakan (DKP3) Kabupaten Majalengka, Iman Firmansyah, bahwa subsidi akan diberikan kepada 5 kelompok tani atau sebanyak 153 orang petani dengan luas areal tanam mencapai sekitar 178 hektare.

Disampaikan dia, yang disubsidi untuk petani bawang merah ini bukan bibit ataupun pupuk, melainkan harga jual untuk setiap kilogramnya. Hal ini dilakukan sehubungan harga jual bawang merah di pasaran masih cukup tinggi, karena harga jual ditingkat bandar ke pasar juga masih tinggi.

Adapun, harga eceran berdasarkan data dinas terkait kini mencapai Rp 40.000 per kilogram.

“Kami nanti akan mensubsidi harga ke petani untuk setiap kilogramnya sebesar Rp 5 ribu Jadi nanti andai kata harga jual petani ke pasaran sebesar Rp 15.000 per kilogram, maka sebesar Rp5 ribu di antaranya yang akan diberikan oleh pemerintah. Atau petani hanya menjual harga ke pasar sebesar Rp10 ribu per kilogram, karena sisanya dibayar oleh pemerintah,” ujar Iman, Kamis (22/9).

Atau juga jika harga di tingkat petani sebesar Rp10 ribu per kilogram, sambung dia, maka petani hanya boleh menjual seharga Rp5 ribu karena sebesar Rp5 ribu-nya akan diberikan oleh pemerintah. Dengan begitu, jatuhnya harga di tingkat eceran nanti akan lebih rendah, karena bandar membeli dari petani harganya sudah bisa ditekan atau sudah murah.

Masih kata Iman, bahwa jumlah yang disubsidi ini diperkirakan mencapai sekitar 300 ton. Data petani yang akan mendapatkan subsidi pemerintah, di antaranya adalah petani bawang merah di Kecamatan Argapura dan Maja.

"Untuk petani bawang di wilayah Kertajati, Ligung dan Jatitujuh yang saat ini usia tanam baru sekita dua mingguan tidak akan disubsidi karena petani bawang merah di sana hampir seluruhnya pengusaha luar," ucapnya.

Di samping itu, jelas Iman, produksi pertaniannya semua dilempar ke pasar luar, seperti Cibitung dan Jakarta serta sebagian besar dibawa ke kampung halaman para petaninya di Brebes.

Menurutnya, langkah ini dilakukan semata untuk mengantisipasi laju inflasi dampak dari kenaikan harga BBM yang terjadi pekan kemarin.

Sebab, berdasarkan data penyumbang inflasi tertinggi yang terjadi di Majalengka ini, yang paling dominan adalah akibat kenaikan harga cabai dan bawang merah.

Sementara itu, harga bawang merah basah di tingkat petani, menurut keterangan petani bawang Ali dan Anah warga Desa Nunuk, Kecamatan Maja menyebutkan bahwa untuk saat ini hanya sebesar Rp12 ribu per kilogram. Sebelumnya harga mencapai Rp16 ribu hingga Rp18 ribu per kilogram. Sedangkan, harga bibit bawang kini naik mencapai Rp85 ribu per kilogram atau naik Rp5 ribu

Dia menyebutkan, subsidi harga jual dari pemerintah kini belum diketahui petani. Sehingga petani masih menjual dengan harga pasar kepada tengkulak atau bandar.

“Belum tahu ada subsidi jual. Tadi dibayar seluruhnya oleh bandar,” jelas Ali yang baru menjual bawangnya sekitar 3,3 ton.

Sebelumnya, Bupati Majalengka Karna Sobahi mengungkapkan, untuk menekan angka inflasi yang terjadi di Kabupaten Majalengka, pihaknya akan memastikan komoditas pertanian tersedia dengan cukup dan tidak dilempar ke luar hingga kebutuhan di Majalengka terpenuhi.

Ada langkah yang optimal agar produk pertanian tidak dijual keluar daerah sebelum pasar lokal terpenuhi, sekaligus untuk menstabilkan harga di pasaran.

Sebab, produk pertanian dianggap mampu mendukung ketahanan ekonomi masyarakat serta menekan angka inflasi dan membantu laju pertumbuhan ekonomi masyarakat.

“Sejumlah harga komoditas sayuran di Majalengka tinggi karena produksi pertanian ini sebagian besar dibawa keluar daerah oleh tengkulak. Para petani di Majalengka hanya menjadi pekerja, ketika memulai tanam petani mendapatkan modal dari tengkulak sehingga begitu panen hasil langsung dibawa keluar. Konsumen di Majalengka yang memiliki dampak harga mahal setelah barang dibawa kembali ke Majalengka,” kata Karna. (*)

Editor: M. Kemal

Tags

Terkini

Terpopuler