November BBM Tidak Turun, Buruh di Cirebon Ancam Mogok Nasional

- 16 September 2022, 16:22 WIB
Bupati Cirebon, H Imron didampingi Ketua DPRD Kabupaten Cirebon, HM Lutfhi dan Kapolresta Cirebon, Kombes Pol Arif Budiman saat menerima ratusan buruh di depan kantor Bupati Cirebon
Bupati Cirebon, H Imron didampingi Ketua DPRD Kabupaten Cirebon, HM Lutfhi dan Kapolresta Cirebon, Kombes Pol Arif Budiman saat menerima ratusan buruh di depan kantor Bupati Cirebon /

KLIK CIAYUMAJAKUNING- Gelombang aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) masih terus terjadi. Kali ini, aksi penolakan dilakukan oleh Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Cirebon di depan kantor Bupati Cirebon, Kamis (15/9).

Penolakan kenaikan harga BBM tersebut, diwarnai aksi ratusan buruh yang tergabung dalam FSPMI mendorong sepeda motor di jalan raya menuju lokasi unjuk rasa.

Sekretaris FSPMI, Moch Machbub dalam orasinya menyebutkan, kenaikan harga BBM yang telah diputuskan pemerintah, telah menyebabkan daya beli para buruh dan masyarakat menurun. Pasalnya, kenaikan harga BBM tersebut secara otomatis membuat sejumlah harga kebutuhan pokok juga mengalami kenaikan.

Menurut Machbub, aksi unjuk rasa menolak kenaikan BBM akan terus dilakukan sampai pemerintah menurunkan harga BBM seperti semula. Jika sampai bulan November pemerintah belum juga menurunkan harga BBM, kata dia, FSPMI beserta Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia akan melakukan mogok nasional.  

"Seperti yang disampaikan presiden konfederasi kita, bahwa jika sampai November harga BBM tidak turun, maka kami bersama seluruh konfederasi akan mogok nasional. Kami juga juga meminta DPR untuk membentuk pansus kenaikan harga BBM," tegas Machbub. 

Selain menolak kenaikan harga BBM, FSPMI juga masih konsisten menyuarakan penolakan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja Omnibus Law. Menurutnya, Undang-Undang Omnibus Law yang disahkan oleh DPR, dinilai sangat merugikan buruh.

Karena, dengan undang-undang tersebut justru semakin mudah buruh di PHK, outsourcing dilegalkan, pesangon di kurangi dan upah buruh dipermurah. 

"Kami tetap konsisten menolak Undang-Undang Omnibus Law. Kami tetap menyuarakan penolakan omnibus law sampai pemerintah mencabutnya," kata Macbub.

Sedangkan tuntutan ketiga aksi tersebut, FSPMI meminta kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) tahun 2023 sebesar 13 persen. Ia mengatakan, pada tahun lalu, pemerintah menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021 untuk menetapkan UMK.

Pada tahun 2023 nanti buruh meminta pemerintah tidak menggunakan peraturan tersebut dikarenkan Undang-Undang Omnibus Law dan turunannya dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Agung.

Halaman:

Editor: M. Kemal


Tags

Terkini

x