Investasi di Kota Cirebon Sejak 2021 Semakin Membaik

- 14 Juni 2022, 17:33 WIB
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Cirebon, Drs. Sosroharsono S.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Cirebon, Drs. Sosroharsono S. /

KLIK CIAYUMAJAKUNING- Dengan luas tidak lebih dari 40 kilometer persegi, andalan meraih pendapatan asli daerah (PAD) Kota Cirebon sangat bergantung pada sektor perdagangan dan jasa. Untuk itu pentingnya menarik investor guna menanamkan modalnya di Kota Udang ini.

Namun lebih dari dua tahun ini, badai pandemi Covid-19 melanda. Hal ini berdampak signifikan terhadap penurunan iklim investasi di Indonesia dan tentu saja termasuk Kota Cirebon.

Namun setelah pandemi Covid-19 melandai dan sekarang menjadi endemi, investasi di Kota Cirebon mulai menunjukan kebangkitan dan cenderung meningkat.

Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Cirebon, Drs. Sosroharsono S. menjelaskan, iklim investasi di Kota Cirebon sejak 2021 semakin membaik.Bahkan pada 2021 lalu mampu melebihi target.

Pada 2021 lalu, kata Sosro, target investasi yang masuk mencapai Rp1,8 triliun dan terealisasi Rp2,1 triliun. Padahal pada 2020 hanya terealisasi Rp454 miliar dari target Rp500 miliar.

“Di tahun 2022, sejak Januari hingga Maret jumlah investor terus bertambah. Pada Januari jumlah yang masuk sebanyak 227 investor, Februari 838 investor dan pada Maret sebanyak 1.342 investor,” jelasnya.

Bertambahnya investor, lanjut mantan Kabag Perekonomian ini, nilai investasi juga turut naik. Pada Januari 2022 nilai investasi yang masuk lebih dari Rp196 miliar. Februari 2022 melebihi Rp365 miliar dan Maret 2022 mencapai Rp358 miliar.

“Data tersebut diambil melalui sistem Online Single Submission (OSS) pada 5 April 2022. Karena semua data sudah terpusat di tingkat pemerintah pusat,” ujarnya.

Sosro menambahkan, bahwa seluruh investasi yang masuk itu terbagi atas empat jenis investasi, yakni investasi resiko rendah, resiko menengah rendah, resiko menengah tinggi dan resiko tinggi.

“Investasi resiko rendah menjadi yang paling banyak meningkat, misalnya toko kelontong dan UMKM. Kalau resiko menengah rendah itu investasi yang membutuhkan keahlian, misalnya bengkel,” jelasnya.

Halaman:

Editor: M. Kemal


Tags

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah