Virus Corona Ubah Budaya Kerja, Inilah Pengalaman Sukses Founder ITX Corp Bangun Usaha dari Jarak Jauh

19 Mei 2022, 04:32 WIB
Ilusttrasi pandemi virus corona membuat daya kerja beradaptasi, berawal tempat bekerja adalah dikantor, sekarang bisa bekerja dirumah dengan mengandalkan teknologi canggih. /Elf-Moondance /Pixabay

KLIK CIAYUMAJAKUNING – Pandemi virus corona hampir merubah segala sendi kehidupan, terutama dalam hal interaksi sosial.

Pra pandemi virus corona, pertemuan antarmanusia menjadi penting dalam mengkoneksikan berbagai hal. Mulai dari hubungan bisnis, politik, keluarga hingga asmara.

Namun, seketika itu berubah saat virus corona menyerang dunia, bertemu seseorang dengan bertatapan langsung adalah sesuatu yang dianggap ‘haram’.

Hal ini dikhawatirkan akan menjadi penyebab penyebaran virus semakin massif.

Beruntung, saat ini peradaban teknologi sudah maju. Meski, belum ada tapi segala pertemuan baik antarindividu maupun kelompok dibuat virtual.

Sehingga segala hal bisa dilakukan dirumah dengan menerapkan skema work from home.

Baca Juga: Tidak Seperti Dea, Pria Ini Hasilkan 1 Juta Dolar Lebih di OnlyFans Tanpa Memposting Konten Dewasa, Kok Bisa?

Apa jadinya, jika hal tersebut terjadi di era 1990-an, dimana perkembangan teknologi belum semasif seperti sekarang.

Namun, anda diberikan tugas pekerjaan ditempat nan jauh atau harus mengontrol segala urusan bisnis dari jarak jauh, tanpa adanya bantuan teknologi yang memadai.

Situasi ini pernah dialami oleh seorang Hernan Chiosso, seorang eksekutif di perusahaan teknologi di Amerika Serikat saat awal-awal karirnya dalam mengembangkan ITX Corp.

ITX Corp adalah sebuah perusahaan konsultan dibidang teknologi pengembangan produk.

Pada tahun 1997, dia baru saja mendapatkan pekerjaan lepas jarak jauh untuk sebuah perusahaan rintisan Amerika Serikat dari Argentina.

Saat itu, menurutnya bekerja dari jarak jauh tidak pernah terdengar sebelumnya dan itu tidak mungkin.

Baca Juga: Cara Menonaktifkan Grup WhatsApp Tanpa Keluar

“Pertanyaan-pertanyaan, bagaimana saya akan dibayar? Bagaimana cara saya berkomunikasi dengan anggota tim lainnya?”

“Bagaimana majikan saya tahu bahwa saya sedang bekerja? Bagaimana saya tahu apakah saya melakukan pekerjaan dengan baik? Itu muncul dipikiran,” kata Hernan dikutip dari tulisannya yang terpublikasi di medium.com.

Diakui, memang saat itu sudah ada email, tapi kemampuannya sangat terbatas. Sehingga tidak bisa sebagai sebagai alat media sosial yang multi tasking seperti sekarang.

Tidak ada Tim Slack atau Microsoft untuk tetap berhubungan dengan tim. Tidak ada cloud.

Tidak ada alat Continuous Integration atau Continuous Delivery (CI/CD), tidak ada pipeline penerapan otomatis.

Tidak ada alat Agile PM. Heck, bahkan tidak ada metodologi Agile yang tersedia secara luas.

“Namun, kami menciptakan nilai dan kami bertahan. Selama 20 tahun lebih untuk kami berimprovisasi, beradaptasi dan mengatasi,” ujarnya.

Baca Juga: Prediksi Semifinal SEA Games 2021 Indonesia vs Thailand, Timnas Harus Waspada!

Lalu, bagaimana Hernan dan kawan-kawan melakukannya? Dia menegaskan bahwa, secara eksplisit telah berhasul membangun bahasa berdasarkan nilai Integritas.

“Kami dapat mencapainya karena ada landasan nilai bersama yang memandu pekerjaan kami.”

“Kami mengartikulasikan harapan yang ada dari dan untuk setiap orang di tim, melalui Commitment Conversation yang dilakukan secara rutin oleh masing-masing manajer.”

“Kami membangun dan menerapkan bahasa yang solid tentang integritas sehingga orang dapat lebih memegang teguh janji mereka, bukan sebagai mandat moral melainkan sebagai persyaratan kemampuan kerja.”

“Kami melatih tim kami tentang cara mengatur lingkungan kerja jarak jauh yang sehat.”

Baca Juga: Pemerintah Pusat Luncurkan Beasiswa Indonesia Maju, Ini Informasinya

Ini adalah "perangkat lunak yang kami instal pada orang-orang" sebelum perangkat lunak kolaborasi yang sebenarnya tersedia,” bebernya.

Itulah sebabnya ketika dirinya mendengar atau membaca tentang perusahaan dengan sebagian besar pekerja berpengetahuan, memperdebatkan apakah akan mengizinkan karyawan mereka bekerja dari rumah lebih permanen.

Dan, mempertanyakan apakah nilai itu dapat diciptakan dari jarak jauh, dia cenderung merenungkan pemikiran dan upaya yang telah dilakukan perusahaan tersebut untuk membuat budaya mereka ramah jarak jauh.

Apakah karena mereka belum menemukan cara untuk mengukur produktivitas mereka? Maka itulah masalah sebenarnya yang harus mereka perbaiki.***

 

 

Editor: Marga Ajani Nawa

Sumber: medium.com

Tags

Terkini

Terpopuler